Langsung ke konten utama

Bagaimana Percaya Tuhan?

Bagaimana Percaya Tuhan?

    Seorang manusia pada dasarnya sejak lahir memiliki sebuah fitrah/pegangan. Dari fitrah tersebut lahirlah kepercayaan. Kemudian timbul sebuah pertanyaan, apa yang kamu percayai? Atau, apa yang menjadi kepercayaan seorang manusia? Atau, Mengapa seorang manusia perlu memiliki sebuah kepercayaan? Jika aku simpulkan dari pokok diskusi kita malam itu, manusia memang memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Jika ditanya, "Kepercayaan merupakan suatu kebutuhan atau kebenaran?" jawabannya tentu keduanya. Kenapa? karena kepercayaan akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup manusia. Tetapi selain itu dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat.  Bentuk- bentuk kepercayaan yang berbeda satu dengan lainnya, menimbulkan dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.

Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan tata nilai. Tata nilai itu yang kemudian membentuk suatu norma. Norma disini bisa diartikan sebagai petunjuk atau pedoman tingkah laku yang harus dilakukan ataupun tidak boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-harim berdasarkan suatu alasan tertentu. Selanjutnya norma tersebut melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.

    Manusia seharusnya bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan yang salah dan menganut kepercayaan yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah dari Tuhan yakni Allah SWT. Aku yakin salah satu diantara kalian disini pasti pernah membaca ataupun mendengar ada kisah pencarian tuhan yang begitu panjang oleh Nabi Ibrahim AS. Kala itu, beliau bertanya-tanya "Siapa sebenarnya Tuhan? Apakah Benarkah berhala itu adalah Tuhan? Atau justru Raja namrud yang berkuasa itu adalah Tuhan?" Beliau dibuat bingung lagi ketika melihat banyak orang di sekitarnya, hingga orangtuanya yang menyembah patung berhala. Padahal patung tersebut adalah benda mati. Karena kuasa Allah SWT, beliau diberikan pemikiran yang cerdas sehingga beliau berpikir bahwa tak mungkin berhala itu adalah tuhan sebab ia tak bisa bergerak pun memberikan perlindungan bagi umat manusia. Sebab itu, Nabi Ibrahim AS mulai mencari lagi keberadaan tuhan. 

    Disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-An'am ayat 76-78 bahwa ketika malam telah gelap, Nabi Ibrahim melihat benda berkilauan yakni bintang dan berkata "Inilah tuhanku" tetapi tatkala bintang itu tenggelam beliau berkata "Tuhanku tak mungkin tenggelam." Kemudian ketika melihat bulan terbit, Nabi ibrahim berkata "Inilah tuhanku" tetapi setelah bulan itu terbenam beliau berkata "Sesungguhnya jika tuhanku tak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku orang yang sesat." Lalu saat melihat matahari terbit, Nabi Ibrahim berkata "Inilah tuhanku, yang lebih besar" Maka tatkala matahari itu terbenam, beliau berkata "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."

    Dari panjangnya pencarian akan tuhan, Nabi Ibrahim pun berkeyakinan bahwa tuhan adalah zat yang tidak akan pernah mati. Karena jika tuhan mati, maka berakhirlah kehidupan di dunia ini. Dengan adanya keyakinan tersebut, beliau meminta bukti bagaimana tuhan yang ia cari selama ini bisa menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati. Disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 260 bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengambil empat ekor burung dan kemudian mencincangnya. Lalu burung tersebut diletakkan pada setiap bukit, kemudian Allah menyuruh beliau untuk memanggil mereka. Subhanallah, burung-burung yang tadinya sudah dicincang dapat hidup kembali dan terbang menghampiri Nabi Ibrahim. Begitulah kira-kira kisah seorang Nabi Ibrahim dalam mencari tuhannya. 

    Dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu yang diperlukan itu adalah “Wahyu”. Wahyu adalah pengajaran atau pemberitahuan berupa kebenaran yang langsung diberikan oleh Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para rasul untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Nabi Muhammad SAW adalah rasul yang terakhir, jadi tiada rasul lagi sesudahnya. Jadi kalau ada yang mengaku sebagai rasul saat ini, sudah pasti hal tersebut adalah suatu kebohongan. 

    Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga berarti “kumpulan” atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Keterangan-keterangan itu berisi tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Nabi Muhammmad SAW. Oleh karenanya, kalimat syahadat yang kedua mengandung arti bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan pedoman manusia dalam menata kehidupan supaya memperoleh kebahagiaan di di dunia dan di akhirat.

    Demikian sedikit cerita yang dapat aku sampaikan kepada kawan-kawan sekalian. Apabila ada kesalahan kata ataupun sesuatu yang kurang, mohon untuk dimaafkan. Karena pada dasarnya tak ada yang sempurna di dunia ini melainkan Allah SWT. Feel free kalau ada yang mau di diskusikan terkait topik ini ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta

  Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta       Berbicara mengenai cinta memang merupakan topik yang cukup berat, terutama bagi para pemuda yang sedang berusaha teguh dalam pendirian untuk menjaga kesucian dirinya.  Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan, antara lelaki dan perempuan. Manusia dianugerahi perasaan cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, menjadi fitrahnya manusia ingin mencintai dan dicintai satu sama lain. Jika kebutuhan mencintai dan dicintai terpenuhi, hatinya menjadi tenteram, damai, dan bahagia.  Pertanyaannya, "Mengapa Allah menanamkan rasa cinta pada diri manusia? Apakah cinta merupakan sumber kebahagiaan? Ataukah justru penyebab berbagai masalah kemanusiaan? Bagaimana mengaktualisasikan "fitrah cinta" manusia dalam rangka mewujudkan ketaatan dan dedikasi sejati kepada Allah SWT dan dalam menjalani kehidupan rumah tangga?"       S ejatinya cinta adalah fitrah manusia sekaligus merupakan anugerah dari Allah  Subhanahu wa ta&#

Cita-Cita Tertinggi Seorang Muslimah

 Cita-Cita Tertinggi Seorang Muslimah Ternyata tagline menjadi ibunda peradaban Islam adalah hal yang besar. Yang tentu perlu usaha dan effort yang besar pula. Hikmah besar yang kudapat kemarin bahwa sebelum menjadi ibunda peradaban yang akan melahirkan generasi pemimpin peradaban Islam kelak, maka sedini mungkin perlu mempersiapkan diri, melalui misalnya berpola makan sehat, berolahraga teratur, rutin mencharge dan mengupgrade diri baik dari segi fikriyah, jasadiyah dan pun ruhiyahnya. Layaknya kamu ingin bercita cita menjadi seorang dokter, maka perlu jenjang bahkan sampai bertahun tahun menempuh pendidikan untuk mempersiapkan bekalnya, begitupun ketika cita citamu menjadi ibunda peradaban, karir tertinggi bagi seorang muslimah, yang begitu mulianya cita cita itu. Sebagaimana para shahabiyah dan ummahat terdahulu begitu menjaga dirinya dari apa yang Allah haramkan, dan menjauhkan apa apa yang membuatnya menjadi terlena dengan hal² sia. Pun kamu harus demikian melawan dan menjaga diri

Melangitkan Target Hafalan Qur’an

Melangitkan Target Hafalan Al-Qur’an           Menghafal Al-Qur’an adalah ibadah yang dahsyat, ia merupakan dzikir yang paling agung. Membaca Al-Quran berarti berbincang-bincang dengan Rabb Semesta. Adakah yang bisa mendatangkan ketenangan melebihi ini? Sayangnya, banyak penghafal Al-Quran yang hafalannya justru menjadi sumber kegelisahan. Semakin banyak hafalan, justru semakin stres dan gelisah. Mungkin, kamu salah satunya.            Tulisan ini, semoga menjadi tamparan yang segera mengembalikan kesadaran kita terhadap Al-Quran sebagaimana fungsi aslinya, yaitu sebagai sumber ketenangan. Sebab, jika kita mengaku menghafal Al-Quran, tapi Al-Quran justru menjadi kegelisahan, pasti ada yang salah dalam proses yang kita lakukan. Ini tentang target. Kebanyakan, target kita menghafal Al-Quran adalah selesai 30 juz. Dan, tak banyak yang sadar, target seperti inilah yang berkali-kali telah berhasil menjatuhkan para penghafal Al-Quran. Semangat mereka akhirnya meregang nyawa dan perlahan mati