Langsung ke konten utama

Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta

 Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta


    Berbicara mengenai cinta memang merupakan topik yang cukup berat, terutama bagi para pemuda yang sedang berusaha teguh dalam pendirian untuk menjaga kesucian dirinya. Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan, antara lelaki dan perempuan. Manusia dianugerahi perasaan cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, menjadi fitrahnya manusia ingin mencintai dan dicintai satu sama lain. Jika kebutuhan mencintai dan dicintai terpenuhi, hatinya menjadi tenteram, damai, dan bahagia. Pertanyaannya, "Mengapa Allah menanamkan rasa cinta pada diri manusia? Apakah cinta merupakan sumber kebahagiaan? Ataukah justru penyebab berbagai masalah kemanusiaan? Bagaimana mengaktualisasikan "fitrah cinta" manusia dalam rangka mewujudkan ketaatan dan dedikasi sejati kepada Allah SWT dan dalam menjalani kehidupan rumah tangga?" 

    Sejatinya cinta adalah fitrah manusia sekaligus merupakan anugerah dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Justru manusia yang tidak memiliki rasa cinta adalah manusia yang tidak normal. Sejak lahir, fitrah cinta itu ada dalam diri manusia. Allah menarasikan fitrah cinta itu, antara lain, dengan istilah hubbub asy-syahawat (mencintai yang menjadi keinginannya). (QS Ali Imran [3]: 14). Imam Al-Ghazali membagi cinta menjadi lima kategori. Pertama, cinta kepada diri, kesempurnaan dan keberadaannya. Kedua, cinta kepada setiap orang yang berbuat baik kepadanya. Ketiga, cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat baik kepada orang lain, meski kebaikan itu tidak diperbuat untuknya. Keempat, cinta pada setiap sesuatu secara materi, seperti kecantikan, ketampanan, etika baik, ucapan lemah lembut dan lainnya. Kelima, kecintaan yang disebabkan satu frekuensi yang terjalin dalam diri masing-masing orang yang saling mencinta.

    Di tengah gempuran orang-orang yang berpacaran, menjadi istiqomah rasanya merupakan salah satu keistimewaan yang harus dipertahankan bukan? Nabi Adam dan Siti Hawa yang Allah pisahkan selama 500 tahun lamanya bisa Allah ridhai untuk bertemu kembali. Dari mereka kita bisa belajar sabar dalam menunggu serta terus merayu Allah untuk sebuah pertemuan di waktu yang terbaik. Zulaikha yang begitu menggebu mengejar cinta Nabi Yusuf akhirnya berhenti mengejarnya, lalu memilih jalur doa pada Allah. Dan pada akhirnya secara nyata Allah justru mempersatukan kembali mereka dalam versi terbaik masing-masing.  Ali yang merasa belum siap untuk melangkah lebih jauh dengan Fatimah, kemudian memendam perasaannya dalam diam. Dengan diam berarti memuliakan kesucian diri dan hati sendiri dan orang yang di cintai. Sebab jika diungkapkan tapi belum siap untuk mengikat ikatan suci bisa saja terjerumus dalam maksiat. Lalu Allah hadiahkan atas keikhlasan dan kesasabarannya berupa jawaban yang menyatukan cintanya dengan Fatimah.

    Tak perlu takut kehilangan seseorang yang belum halal bagimu, kalau dia memang baik Allah akan jaga hatinya untukmu walaupun banyak yang mendekati dan menyukainya. Percayalah, Allah akan sendirikan dia, hingga dipertemukan denganmu di waktu yang tepat. Namun, jika dia bukan untukmu maka sekeras apapun usaha tetap akan berakhir dengan perpisahan. Perhatian, ikatan-ikatan, komitmen, semua itu tidak akan bisa bertahan saat diterjang ketetapan Allah. Maka sebenarnya yang harus kita pertahankan, bukan hubungan kita dengan dia yang mungkin penuh kemaksiatan melainkan hubungan kita dengan Allah. Boleh jadi dia hanya ujian dihidupmu, jangan sampai kau terhempas dua kali, kehilangan Allah dan dirinya. Nalar kita sebagai manusia terbatas, kita menentukan seseorang itu terbaik hanya dengan menerka-nerka. Kita menetapkan dia yang paling tepat hanya karena ingin, tapi Allah yang tak terbatas telah mengetahui siapa yang terbaik bagi kita.

    Kelak jika bukan dia yang dalam rencanamu, inginmu, dan bukan pula yang menjadi jodohmu maka ingatlah firman Allah ini "Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah Ayat 216). Tugasmu saat ini hanyalah memperbaiki diri dan terus berdoa, meminta yang terbaik, sekalipun bukan dia. Perihal hati tidak usah terlalu dipusingkan, cukup sandarkan kepada Allah sebab cinta kita bisa berpaling seketika. Mintalah ia yang terbaik kepada-Nya, yang bisa membawamu mendekat ke jannah-Nya, dan bisa menjadi nahkoda dalam pernikahan yang diridhai-Nya. Demi Allah membangun rumah tangga itu lama, tidak akan bisa kita jalani jika hanya bertemu orang yang kita inginkan tapi nyatanya tak sejalan.

    "Ya Rabb, pertemukan aku dengan ia yang terbaik bagiku dan juga baik di sisi-Mu,bukan yang terbaik diantara manusia. Kadang dia terbaik, tapi tak baik bagiku karena setiap orang bisa menerima kekurangan tapi kekurangan seperti apa yang bisa setiap orang terima itu berbeda-beda. Jika beruntung, pertemukanlah aku dengan ia yang terbaik menurut ketentuan-Mu dan ia juga yang telah aku cintai. Aamiin."

    


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan: Saatnya Kembali Menemukan Diri

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan ata s kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad)      Ramadhan bukan sekadar bulan yang datang dan pergi. Ia adalah cahaya yang Allah kirimkan setiap tahunnya, memberi kita ruang untuk berbenah, kesempatan untuk mendekat, dan waktu untuk benar-benar mengingat. Namun, apakah kita sungguh memahami kehadirannya, ataukah hanya menjalaninya seperti ritual tahunan yang berlalu begitu saja?      Dalam bukunya Purification of the Heart, Hamza Yusuf mengingatkan bahwa hati manusia ibarat cermin—ia bisa berdebu dan kehilangan kejernihannya. Ramadhan hadir sebagai waktu untuk membersihkan cermin itu, agar kita bisa kembali melihat kebenaran dengan jelas. Ia bukan sek...

Kau akan Dibuat Jatuh Hati Berkali-kali

Kita bisa menanam, menyiram, dan merawat, tetapi kehidupan—tumbuhnya benih menjadi tanaman yang hijau—adalah hasil dari kuasa Allah. Allah-lah Sang Maha Pencipta, yang mengatur kehidupan dengan sempurna, sementara manusia hanya menjadi perantara kecil dalam rangkaian takdir-Nya. "Maka apakah kamu memperhatikan apa yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya?" (QS. Al-Waqi'ah: 63-64)     Bagaimana mungkin kita tidak dibuat jatuh cinta dengan Allah, sedang jika kita berjalan kepada-Nya, Dia akan berlari menuju kita. Bagaimana mungkin kita tidak berani bermimpi besar, sedang Allah Maha Kaya dan Maha Besar. Bagaimana mungkin kita ragu untuk meminta, sedang Allah Maha Memberi Segalanya. Bagaimana mungkin kesedihan terus ada, sedang Allah selalu bersama kita untuk mengobati segala luka.      Bagaimana mungkin kita meragukan kuasa-Nya, sedang dengan kuasa itu kita bisa hiduo dan dipelihara, alam semesta dan isinya bisa ada dengan pengatur...