Langsung ke konten utama

Perbincangan Malam Itu

Perbincangan Malam Itu                     

    Kemarin malam sempat ngobrol dengan mbakku, Icha Rahmawati, yang baru saja menyelesaikan suatu training di Tasikmalaya. Banyak sekali ilmu yang aku pribadi dapatkan, terutama terkait dengan keperempuanan. Kebetulan memang aku ingin ikut juga, namun karena ada suatu tanggung jawab yang harus di tuntaskan maka aku belum kunjung berangkat. 

    Mba icha sempat menanyaiku "kenapa pengen berangkat?" ya aku jawab "pengen menambah ilmu mba" mba icha menyahut "memang masalah keperempuanan apa yang kamu tau?" kemudian aku menjelaskan lah apa saja masalah perempuan yang pernah aku baca, mulai dari kekerasan, pelecehan, ketidakadilan dalam bidang pekerjaan maupun organisasi, partriarki dsb. Kemudian mba icha juga menjelaskan bahwa sebetulnya masalah perempuan juga terlihat dari iklan yang nampak di TV, karena bila kita amati secara seksama iklan-iklan yang sering di tampilkan di tengah malam kebanyakan adalah iklan wanita. Pun itu juga menonjolkan kecantikannya, bentuk badannya, dan merupakan salah satu kapitalisme. 

    Mba icha juga sempat bercerita mengenai masalah orangtua yang sekarang kurang mengedukasi para anak- anaknya terkait pelecehan. Kebanyakan orangtua berfikir bahwa anak kecil tidak boleh tahu masalah seperti itu. Padahal sejatinya memang itu sesuatu yang penting, dan perlu diberi pemahaman sejak kecil. Tentunya dengan bahasa yang mudah dimengerti mereka seperti "adek nanti kalau dadanya dipegang orang tidak dikenal jangan boleh ya, adek nanti kalau tempat pipisnya dipegang orang jangan boleh ya" Dsb. Hal-hal kecil seperti itu merupakan bentuk dari edukasi kita terhadap anak. 

    Berbicara terkait edukasi tentunya sangat berkaitan dengan hadist Rasulullah SWT yang menyatakan bahwa bahwa "wanita tiang negara, jika wanitanya baik (berakhlakul karimah), baiklah negaranya, jika wanitanya rusak, maka rusaklah negaranya". Perempuan sejatinya memiliki 4 peran : Peran perempuan sebagai Anak, Peran perempuan sebagai Istri, Peran perempuan sebagai Ibu dan Peran perempuan sebagai Anggota Masyarakat. Ketika perempuan dan laki-laki mampu memainkan peran ini dengan baik, maka yakin dan percaya akan mampu merubah peradaban dunia ini. Karena sejatinya perempuan adalah denyut nadi peradaban, dari rahim perempuan generasi-generasi penerus dilahirkan, peran perempuan sebagai ibu merupakan madrasah pertama untuk anak- anaknya. Maka untuk merubah suatu peradaban yang lebih baik dimulai dari seorang perempuan yang cerdas. 

    Peran perempuan sebagai istri adalah mampu menjadi pendamping yang selalu setia dalam keadaan apapun suaminya. Peran sebagai anak pastinya menjadi anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua, serta peran perempuan menjadi anggota masyarakat adalah mempu menjadi pelopor yang lebih baik dalam masyarakat khususnya dalam peran keperempuanan. Maka dapat aku katakan bahwa sebetulnya masyarakat yang masih memberi cap "perempuan harus bisa masak, perempuan harus bisa bersih-bersih" itu yang menjadikan bangsa kita tidak maju-maju. Jika kita amati sekarang banyak perempuan putus sekolah karena menikah dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Tidak apa-apa sebenarnya, tapi perempuan juga perlu memiliki ilmu untuk mendidik anaknya. Tidak harus dengan bersekolah, bisa dengan membaca, melihat video pembelajaran, dsb.

    Semakin larut, perbincangan kita semakin membuatku haus akan ilmu pengetahuan. Mba icha juga menjelaskan bahwa disana ia mendapatkan pengetahuan mengenai "cinta" ya kita sama-sama dewasa. Cinta adalah hal yang normal, karena manusia memang diberikan kelebihan Allah SWT untuk memiliki perasaan dan itu hal yang normal. Dulu sempat sebelum training itu, aku dan mba icha overthinking masalah lelaki. Tapi setelah pulang LKK mba icha bilang "aku sekarang udah selow masalah cowok" ya aku balas "kenapa mba?" lalu mba icha menjelaskan bahwa disana dia mendapatkan pelajaran bahwa "lelaki yang baik adalah lelaki yang menikahimu, karena dia mengaransikan neraka untukmu."

    “Apa benar seorang suami itu menanggung dosa-dosa istrinya? Bukankah setiap manusia itu akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri di akhirat kelak?" aku bertanya-tanya dalam hati. Kemudian mba icha melanjutkan ceritanya, Dalam kasus ini seorang anak merupakan kewajiban bagi orang tuanya untuk dididik dan dan beriman. Berbeda jika orang tua telah mendidik dengan baik dan mengajarkan agama namun kemudian sang anak melakukan dosa, maka dosanya ditanggung oleh anak itu sendiri. Begitu juga dengan istri, dimana ketika ijab kabul seluruh tanggung jawab seorang ayah dipindahkan kepada seorang suami. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seperti itu pula peran suami dalam rumah tangga. Maka apabila benar seorang lelaki mencintaimu, dia akan menikahimu. 

    Tidak perlu overthinking masalah lelaki sebetulnya, karena nanti juga bila sudah pada waktunya akan dipertemukan dengan yang terbaik menurut Allah SWT. Pun sebaliknya lelaki juga begitu. Tugas kita saat ini adalah memperbaiki diri supaya bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

    Kebetulan di tengah-tengah perbincangan kami, Mas Firza datang. Setelah diskusi dengan mba icha terkait keperempuanan, tiba-tiba mas firza menanyakan kepada kami "sebenernya yang betul bersyukur dulu baru menikmati atau menikmati dulu baru bersyukur?" 

    Sebetulnya jujur tidak pernah ada orang yang menanyakan aku hal-hal seperti itu. Oleh karenanya aku sempat bingung mau menjawab apa. Mba icha memberikan argumen "menikmati dulu mas, baru bersyukur. Bagaimana bisa kita bersyukur tanpa menikmati terlebih dahulu?" Setelahnya mas firza menanyakan ke aku. Setelah berfikir cukup lama aku menjawab “bersyukur dulu mas baru menikmati." Ditanyalah apa alasanku berargumen seperti itu. 

    Aku yang merasa masih awam menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan rasionalisasiku di dalam kehidupan sehari-hari. "Ya jika kita lihat mas ketika kita makan, makanan yang kita makan tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Lalu jika kita tidak bersyukur terlebih dahulu, apakah mungkin makanan tersebut bisa kita makan dan kita nikmati?" Aku melanjutkan lagi "Lalu kita sebagai manusia sudah diciptakan tuhan sedemikian rupa, bila tak ada rasa syukur bagaimana kita bisa menikmati hidup? Pasti tentu akan berat bila tidak ada rasa syukur."  

    Ya ternyata memang benar, seharusnya kita sebagai manusia seharusnya bersyukur dulu baru menikmati. Seperti dalam QS AI-Baqarah: 152 yang berbunyi "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku."

    Sekian dulu cerita hari ini. Mohon maaf apabila terlalu panjang. Hanya ingin berbagi saja sebetulnya. Siapa tau juga bisa menambah pengetahuan teman-teman yang lain. Semoga kita semua bisa terus belajar dan belajar. Karena sejatinya ilmu pengetahuan semakin di gali, maka akan semakin luas kita menemuinya. 

    Ilmu adalah pengertian yang dimiliki manusia tentang alam dan dirinya sendiri. Hubungan manusia dan alam bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam tercipta bagi manusia untuk kepentingan kemanusiaan. Penguasaan dan pengarahan tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan hukum-hukumnya yang tetap (sunahtullah). Pengetahuan itu dapat dicapai dengan mendayungkan intelektualitas rasionalitas secara maksimal.

    Agama islam adalah agama yang menghargai ilmu. Sebab tanpa ilmu, ajaran Islam tak akan bisa dipahami, diamalkan, dan diajarkan dengan baik. Demikian pula, kepada orang-orang berilmu diberikan kedudukan mulia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ramadhan: Saatnya Kembali Menemukan Diri

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan ata s kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad)      Ramadhan bukan sekadar bulan yang datang dan pergi. Ia adalah cahaya yang Allah kirimkan setiap tahunnya, memberi kita ruang untuk berbenah, kesempatan untuk mendekat, dan waktu untuk benar-benar mengingat. Namun, apakah kita sungguh memahami kehadirannya, ataukah hanya menjalaninya seperti ritual tahunan yang berlalu begitu saja?      Dalam bukunya Purification of the Heart, Hamza Yusuf mengingatkan bahwa hati manusia ibarat cermin—ia bisa berdebu dan kehilangan kejernihannya. Ramadhan hadir sebagai waktu untuk membersihkan cermin itu, agar kita bisa kembali melihat kebenaran dengan jelas. Ia bukan sek...

Kau akan Dibuat Jatuh Hati Berkali-kali

Kita bisa menanam, menyiram, dan merawat, tetapi kehidupan—tumbuhnya benih menjadi tanaman yang hijau—adalah hasil dari kuasa Allah. Allah-lah Sang Maha Pencipta, yang mengatur kehidupan dengan sempurna, sementara manusia hanya menjadi perantara kecil dalam rangkaian takdir-Nya. "Maka apakah kamu memperhatikan apa yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya?" (QS. Al-Waqi'ah: 63-64)     Bagaimana mungkin kita tidak dibuat jatuh cinta dengan Allah, sedang jika kita berjalan kepada-Nya, Dia akan berlari menuju kita. Bagaimana mungkin kita tidak berani bermimpi besar, sedang Allah Maha Kaya dan Maha Besar. Bagaimana mungkin kita ragu untuk meminta, sedang Allah Maha Memberi Segalanya. Bagaimana mungkin kesedihan terus ada, sedang Allah selalu bersama kita untuk mengobati segala luka.      Bagaimana mungkin kita meragukan kuasa-Nya, sedang dengan kuasa itu kita bisa hiduo dan dipelihara, alam semesta dan isinya bisa ada dengan pengatur...

Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta

  Tetaplah dalam Penjagaan Meskipun Jatuh Cinta       Berbicara mengenai cinta memang merupakan topik yang cukup berat, terutama bagi para pemuda yang sedang berusaha teguh dalam pendirian untuk menjaga kesucian dirinya.  Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan, antara lelaki dan perempuan. Manusia dianugerahi perasaan cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu, menjadi fitrahnya manusia ingin mencintai dan dicintai satu sama lain. Jika kebutuhan mencintai dan dicintai terpenuhi, hatinya menjadi tenteram, damai, dan bahagia.  Pertanyaannya, "Mengapa Allah menanamkan rasa cinta pada diri manusia? Apakah cinta merupakan sumber kebahagiaan? Ataukah justru penyebab berbagai masalah kemanusiaan? Bagaimana mengaktualisasikan "fitrah cinta" manusia dalam rangka mewujudkan ketaatan dan dedikasi sejati kepada Allah SWT dan dalam menjalani kehidupan rumah tangga?"       S ejatinya cinta adalah fitrah manusia sekaligus merupakan anugerah ...