Membangun Peradaban Dengan Perubahan
Pada
kesempatan kali ini aku ingin berbagi cerita dengaan kalian mengenai kisahku
dan teman-temanku. Kejadian ini bermula di daerah Grogol, Polokarto, Sukoharjo,
Jawa Tengah. Saat itu aku sedang dalam perjalanan, kemudian kulihat ada seorang
kakek menggunakan kursi roda sedang membawa gas besar di depan kursi rodanya.
Kakek ini betu-betul menjalankan kursi roda dengan tangannya sendiri. Beliau
melewati jalan raya yang besar, ramai, dan dengan jalan yang menanjak.
Timbullah keinginanku untuk membantu kakek tersebut membawa gas itu. Akhirnya
aku bicara dengan kakeknya, tetapi aku cukup bingung saat itu karena untuk
membonceng kakenya sendiri pun susah. Beliau ternyata benar-benar tidak bisa
jalan dan berdiri. Namun, alhamdulillahnya setelah meminta bantuan orang di
jalan kakek itu bisa aku bonceng.
Setelah
melalui perjalanan yang sangat jauh, sampailah kami di depan sebuah masjid.
Kakek tersebut menyuruh aku untuk berhenti disana. Ternyata beliau bilang bahwa
beliau tinggal di masjid, tepatnya gudang masjid. Akupun bertanya "mbah,
niki gasipun ajeng dicaosaken pundi nggih?" lalu beliau menjawab bahwa gas
tersebut adalah titipan dari tetangganya yang bertempat tinggal di sekitar
masjid. Kemudian aku pun mengobrol panjang lebar dengan kakeknya. Hal yang membuat
aku cukup kaget adalah upah yang diberikan kepada kakek tersebut untuk membawa
gas adalah Rp. 2000,- saja. Beliau bercerita dengan wajah yang selalu tersenyum
dengan ikhlasnya. Kakek tersebut juga bercerita kalau beliau sering sekali
mencari kerja serabutan di daerah yang begitu jauh. Satu lagi yang membuat
hatiku teriris adalah saat aku bertanya "kenging punopo kok mboten tumbas
gas ten warung ingkang cerak mbah?", dan kakeknya bilang karena gas yang
jauh harganya Rp. 18.000,- dan yang dekat adalah Rp. 21.000. Diketahui
kakek ini juga tinggal di masjid sendirian. Beliau tidak punya keluarga sama
sekali dan tidak bisa berjalan karena pernah 3x jatuh. Kakek ini juga bercerita
kalau beliau juga sering menjadi muadzin di masjid tersebut.
Aku yang
merasa terketuk dengan kisah kakek ini pun akhirnya menceritakan hal ini kepada
teman-temanku yang lain. Akhirnya dengan keberanian, kami memutuskan untuk
membuka donasi, yang mana nantinya akan disalurkan ke kakek tersebut.
Alhamdulillah Wa Syukurillah setelah membuka donasi di twitter dalam jangka
waktu seminggu, uang yang telah terkumpul sangat lebih dari cukup. Uang
yang terkumpul itu, kami gunakan bersama-sama membeli kursi roda baru,
beberapa sembako, dan juga makanan untuk kakek ini. Setelah itu kami
menjenguk kakek tersebut sekaligus berkenalan dengan beliau. Ternyata saat kami
berkunjung ternyata kami menemui salah satu orang baik dari Rumah Zakat Solo
atas nama Mas Afif. Singkat cerita ternyata nama kakek ini adalah Kakek
Suparman atau dikenal dengan sebutan Kakek Kiyo. Beliau bercerita bahwa beliau
bisa makan sehari-hari dengan titip sembako di rumah tetangganya, yang nantinya
akan dimasak oleh tetangganya tersebut. Beliau juga cerita bahwa dulu punya ibu
yang sudah meghilang sejak lama karena maaf, ibunya mengalami gangguan jiwa
karena ayah dari Kakek Kiyo ini menjual sawah, rumah, dan membawa semua uang.
Kakek Kiyo juga bercerita kalau memiliki satu kakak yang sudah meninggal dan
satu adik yang hilang entah kemana.
Banyak
sekali pelajaran yang bisa aku dan kita ambil dari kisah ini. Di dalam
segala keterbatasan manusia dalam melakukan perbaikan, tentu masih sempat
ditopang dan dinaungi saat timbul keinginan untuk gugur begitu saja. Contohnya
saat ingin membuka donasi bersama untuk membantu Kakek Kiyo, aku dan
teman-temanku sudah sempat merasa pesimis duluan. Kami takut jika nantinya yang
turut serta berdonasi hanya sedikit. Akan tetapi di dalam logika manusia yang
terlalu sempit ini, masih sempat diberi jalan untuk menemukan yang lebih penting
dari ego manusia semata. Ego yang kerap mengesampingkan percaya kepada
janji-Nya. Tapi baiknya Allah kepada manusia, masih sempat diberi tempat
bersimpuh paling nyaman dari riuh redanya dunia yang kerap menenggelamkan asa.
Hanya dengan-Nya, percakapan paling panjang ini tak pernah ku temui
mengecewakan, bahkan sejauh apapun manusia menjauh dan meragukan.
Bisikan lirih ke bumi yang darinya mampu menyentuh bumantara. Bahkan
ketika hujan sudah tidak ada gunanya bagi bunga yang telah mati Namun, ini
adalah kumpulan dari kepercayaan dan dari situ timbullah kekuatan. Percakapan
paling panjang ini bukan perihal berjalan searah. Bukan pula sekedar menengadah
dan meminta. Namun, percakapan paling panjang ini berhalan dua arah memberi dan
diberi. Tak perlu risau, Allah Subhana Wata'ala selalu tau bahkan satu titik
kecil di hatimu. Ini adalah sebuah koneksi. Sebuah jawaban dari pertanyaan
bahwa Allah Subhana Wata'ala akan selalu menjawab segala niat baik hamba-Nya.
Sebagaimana dalam firmannya “Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian hartamu yang telah
Allah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
(QS. Al Hadid : 7)
Aku
menegaskan bahwa cerita ini bukanlah ajang untuk pamer kebaikan.
Tujuanku untuk berbagi cerita ini adalah untuk mengajak teman-teman untuk LEBIH
PEKA. Bahwa saat ini banyak aku temui jarang sekali orang yang perduli
dengan apa yang terjadi di lingkungannya. Aku mengajak teman-teman untuk selalu
membantu dan berbagi sesuatu bagi mereka yang membutuhkan. Sekecil apapun itu,
pasti mereka yang kita tolong akan menerima bantuan tersebut. Bahkan bantuan
itu tidak harus selalu berbentuk finansial loh. Terkadang bantuan tenaga,
waktu, ataupun pemikiran adalah hal sederhana yang tidak kita sadari sangat
berharga untuk mereka.
Apa keterkaitan Peradaban dan Perubahan? Sejatinya
jika kita telaah kata peradaban Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kemajuan (kecerdasan,
kebudayaan) lahir batin. Kemudian mahasiswa
di dalam masyarakat juga memiliki salah satu peran yaitu sebagai Agen
Perubahan. Mahasiswa yang diharapkan oleh masyarakat menjadi bagian dari
perubahan dan aktor yang membawa bangsa ini menjadi lebih baik, lebih
bermartabat, lebih makmur, lebih sejahtera dan lebih tentram sehingga timbullah
suatu kemajuan. Mahasiswa seharusnya bisa menjadi garda terdepan dalam
mengawal serta melakukan perubahan yang sejak lama diimpikan oleh masyarakat
banyak dikarenakan mahasiswa adalah kaum serta golongan yang
"eksklusif".
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua sudut pandang.
Sudut pandang pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat
dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik, dan pandangan selanjutnya
menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi
perubahan. Bila belum mampu membangun peradaban melalui hal yang besar, mari
kita awali dengan hal kecil di sekitar kita.
Komentar
Posting Komentar